Rabu, 22 Oktober 2014

KEDUDUKAN MANUSIA DI MUKA BUMI




1. Sebagai pemanfaat dan penjaga kelestarian alam.

Alloh telah melengkapi manusia dengan potensi-potensi rohaniah yang lebih dari pada mahluk-mahluk hidup yang lain, terutama potensi akal. Maka manusia juga dibebani tugas, disamping tugas dengan mohemanfaatkan alam ini dengan sebaik-baiknya dengan memelihara dan melestarikan alam ini dan dilarang untuk merusaknya. Firman Alloh:

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ١٠

Artinya:
Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al-jum’ah: 10)

كُلُواْ وَاشْرَبُواْ مِن رِّزْقِ اللَّهِ وَلاَ تَعْثَوْاْ فِي الأَرْضِ مُفْسِدِينَ

Artinya:
Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kalian berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.] (QS. Al-baqoroh: 60)

2. Sebagai Peneliti alam.

Alloh memerintahkan kepada manusia agar menggunakan akalnya, untuk mempelajari alam semesta dan dirinya sendiri, di samping untuk kemanfaatan hidupnya, juga untuk menggunakan nama Tuhannya yang telah menciptakan dirinya (beriman kepada Alloh).  Sebagaimana Firman Alloh SWT: 

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

Artinya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS. Al-Baqoroh: 164)  3. Sebagai Khalifah (pemimpin) di muka bumi
Manusia diberi kedudukan oleh Tuhan sebagai pemimpin, pengatur kehidupan di muka bumi ini. Sebagaimana Firman Alloh:

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ الأرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya:
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-An’am: 165) 4. Sebagai mahluk yang paling tinggi dan paling mulia
Sebagaimana Firman Alloh:

 لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ 

Artinya:
 “Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya.” (QS. At-Tin:4)
 وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا (٧٠

Artinya:
Dan  Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.(QS: Al-Isra’ : 70)

5. Sebagai hamba Alloh.

Firman Alloh:  
                                                                               
 وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Artinya:
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Az-Zariat: 56)

 أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ 

Artinya:
Maka mengapa mereka mencari agama yang lain selain agama Allah, padahal apa yang di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, baik dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan. (QS. Ali-Imron: 83)

6. Sebagai mahluk yang bertanggung jawab.

Setelah dengan kemampuan akalnya mausia meneliti dunianya dan dirinya  sendiri, dan kemudian mengerti bahwa hakikat diciptakannya manusia dan alam semesta ini semata-mata untuk menyembah Tuhan, sebagai konsekuensi mendapatkan kedudukan yang istimewa oleh tuhan  pada manusia seperti tersebut di atas, maka manusia juga dituntut untuk bertanggung  jawab terhadap apa-apa yang telah dilakukan di atas dunia ini, kelak di akhirat. Firman Alloh dalam QS. An-Nur: 24-25.

7. Sebagai mahluk didik dan didik.

#edisi_filsafat pendidikan _ islam

https://www.facebook.com/notes/cinta-karena-alloh/kedudukan-manusia-di-muka-bumi/1530514167162522







Sabtu, 18 Oktober 2014

PENTINGNYA SEBUAH NIAT

Amal Tergantung Pada Niatnya

عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ” إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى , فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله , ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها و امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه “-  متفق عليه

Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”.

SARAH
Hadits ini adalah Hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya, ketinggian derajatnya dan didalamnya banyak mengandung manfaat. Imam Abu ‘Abdullah Al Bukhari telah meriwayatkannya pada beberapa bab pada kitab shahihnya, juga Imam Abu Husain Muslim bin Al Hajjaj telah meriwayatkan hadits ini pada akhir bab Jihad.

Hadits ini salah satu pokok penting ajaran islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’I berkata : “Hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu.” Begitu pula kata imam Baihaqi dll. Hal itu karena perbuatan manusia terdiri dari niat didalam hati, ucapan dan tindakan. Sedangkan niat merupakan salah satu dari tiga bagian itu. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i, “Hadits ini mencakup tujuh puluh bab fiqih”, sejumlah Ulama’ mengatakan hadits ini mencakup sepertiga ajaran islam.

Para ulama gemar memulai karangan-karangannya dengan mengutip hadits ini. Di antara mereka yang memulai dengan hadits ini pada kitabnya adalah Imam Bukhari. Abdurrahman bin Mahdi berkata : “bagi setiap penulis buku hendaknya memulai tulisannya dengan hadits ini, untuk mengingatkan para pembacanya agar meluruskan niatnya”.

Hadits ini dibanding hadits-hadits yang lain adalah hadits yang sangat terkenal, tetapi dilihat dari sumber sanadnya, hadits ini adalah hadits ahad, karena hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Dari Umar hanya diriwayatkan oleh ‘Alqamah bin Abi Waqash, kemudian hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin Ibrahim At Taimi, dan selanjutnya hanya diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id Al Anshari, kemudian barulah menjadi terkenal pada perawi selanjutnya. Lebih dari 200 orang rawi yang meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id dan kebanyakan mereka adalah para Imam.

Pertama : Kata “Innamaa” bermakna “hanya/pengecualian” , yaitu menetapkan sesuatu yang disebut dan mengingkari selain yang disebut itu. Kata “hanya” tersebut terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian secara mutlak dan terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian yang terbatas. Untuk membedakan antara dua pengertian ini dapat diketahui dari susunan kalimatnya.
Misalnya, kalimat pada firman Allah : “Innamaa anta mundzirun” (Engkau (Muhammad) hanyalah seorang penyampai ancaman). (QS. Ar-Ra’d : 7)

Kalimat ini secara sepintas menyatakan bahwa tugas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam hanyalah menyampaikan ancaman dari Allah, tidak mempunyai tugas-tugas lain. Padahal sebenarnya beliau mempunyai banyak sekali tugas, seperti menyampaikan kabar gembira dan lain sebagainya. Begitu juga kalimat pada firman Allah : “Innamal hayatud dunyaa la’ibun walahwun” “Kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan dan permainan”. (QS. Muhammad : 36)

Kalimat ini (wallahu a’lam) menunjukkan pembatasan berkenaan dengan akibat atau dampaknya, apabila dikaitkan dengan hakikat kehidupan dunia, maka kehidupan dapat menjadi wahana berbuat kebaikan. Dengan demikian apabila disebutkan kata “hanya” dalam suatu kalimat, hendaklah diperhatikan betul pengertian yang dimaksudkan.

Pada Hadits ini, kalimat “Segala amal hanya menurut niatnya” yang dimaksud dengan amal disini adalah semua amal yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan syari’at tanpa niat maka tidak berarti apa-apa menurut agama islam. Tentang sabda Rasulullah, “semua amal itu tergantung niatnya” ada perbedaan pendapat para ulama tentang maksud kalimat tersebut. Sebagian memahami niat sebagai syarat sehingga amal tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami niat sebagai penyempurna sehingga amal itu akan sempurna apabila ada niat.

Kedua : Kalimat “Dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya” oleh Khathabi dijelaskan bahwa kalimat ini menunjukkan pengertian yang berbeda dari sebelumnya. Yaitu menegaskan sah tidaknya amal bergantung pada niatnya. Juga Syaikh Muhyidin An-Nawawi menerangkan bahwa niat menjadi syarat sahnya amal. Sehingga seseorang yang meng-qadha sholat tanpa niat maka tidak sah Sholatnya, walahu a’lam

Ketiga : Kalimat “Dan Barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya” menurut penetapan ahli bahasa Arab, bahwa kalimat syarat dan jawabnya, begitu pula mubtada’ (subyek) dan khabar (predikatnya) haruslah berbeda, sedangkan di kalimat ini sama. Karena itu kalimat syarat bermakna niat atau maksud baik secara bahasa atau syari’at, maksudnya barangsiapa berhijrah dengan niat karena Allah dan Rosul-Nya maka akan mendapat pahala dari hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya.

Hadits ini memang muncul karena adanya seorang lelaki yang ikut hijrah dari Makkah ke Madinah untuk mengawini perempuan bernama Ummu Qais. Dia berhijrah tidak untuk mendapatkan pahala hijrah karena itu ia dijuluki Muhajir Ummu Qais. Wallahu a’lam
(Syarah Hadits Arba’in Imam Nawawi li Ibnu Daqiq Al ‘Ied, Media Hidayah)

Sabtu, 11 Oktober 2014

MENJAWAB SALAM

MENJAWAB SALAM TULISAN

فتح المعين - (ج 4 / ص 189)
ويلزم المرسل إليه الرد فورا باللفظ في الإرسال وبه أو بالكتابة فيها

Orang dikirimi salam wajib dengan menjawab seketika salam yang dikirimkan dengan lafatd dan menjawab salam tertulis yang dikirimkan dengan lafad atau tertulis.

secepatnya saat datang pada seseorang sebuah tulisan salam dari orang yang jauh, wajib baginya menjawab salam dengan lafadz secepatnya bila ia membacanya"

وهذا الرد واجب على الفور وكذا لو بلغه سلام فى ورقة من غائب وجب عليه ان يرد السلام باللفظ على الفور إذا قرأه اهـ
(Al-adzkaar li annawaawy 221)


MENJAWAB SALAM DALAM KONDISI ORANG BANYAK

فتح المعين - (ج 4 / ص 184)
( ورد سلام ) مسنون
فتح المعين - (ج 4 / ص 185)
( عن جمع ) أي إثنين فأكثر فيسقط الفرض عن الباقين ويختص بالثواب فإن ردوا كلهم ولو مرتبا أثيبوا ثواب الفرض كالمصلين على الجنازة
ولو سلم جمع مرتبون على واحد فرد مرة قاصدا جميعهم


Menjawab salam yang disunahkan bagi sekelompok orang, maksudnya dua orang atau lebih, kemudian keferduan menjawab salam menjadi gugur bagi selainnya dan husus orang yang menjawab salam itu mendapat pahala. Jika sekumpulan orang tadi menjawab semuanya sekalipun urut (satu persatu), maka mereka mendapat pahala ferdhu sebagaimana pada orang-orang shalat jenazah, sekalipun sekelompok orang dengan berturut-turut mengucapkan salam  kepada satu orang, lalu menjawabnya satu kali dengan maksud buat seluruhnya

Hukum mandi bagi orang meninggal  dalam keadaan junub


المجموع شرح المهذب - (ج 5 / ص 152)
* (فرع)
 مذهبنا ان الجنب والحائض إذا ماتا غسلا غسلا واحدا وبه قال العلماء كافة الا الحسن البصري فقال يغسلان غسلين قال ابن المنذر لم يقل به غيره

Cabangan bahwa orang junub dan haid ketika ia mati dimandikan dengan satu kali mandian dan dengan satu kali mandian menurut para ulama’ mencukupinya kecuali menurut hasan al-basri, kemudian ia(al-basri) berkata: dimandikan dengan dua kali mandian. Dan ibnu mundir berkata: bawa tiada seorang ulamak pun yang mengatakan seperti itu.  

TALAK KINAYAH


فتح المعين - (ج 4 / ص 17)
ولا يلحق الكناية بالصريح طلب المرأة الطلاق ولا قرينة غضب ولا اشتهار بعض ألفاظ الكنايات فيه

Lafadz kinayah tidak disamakan kepada sharih dg adanya istri minta talaq, dan tidak pula dengan adanya qorinah berupa kemarahan suami , dan juga dengan adanya diantara lafadz-lafadz kinayah masyhur diartikan sebagai talak.

فتح المعين - (ج 4 / ص 12)
( و ) يقع ( بكناية ) وهي ما يحتمل الطلاق وغيره إن كانت ( مع نية ) لإيقاع الطلاق
( مقترنة بأولها ) أي الكناية وتعبيري بمقترنة بأولها هو ما رجحه كثيرون واعتمده الأسنوي والشيخ زكريا تبعا لجمع محققين ورجح في أصل الروضة الإكتفاء بالمقارنة لبعض اللفظ ولو لآخره

Bisa jatuh (talak) dg kinayah/ sindiran, yaitu kata-kata yang bisa diartikan talak dan bukan talak, yang dibarengi dengan niat mentalak pada permulaan kalimatnya. Pernyataanku yang dibarengi awal kalimatnya adalah menurut ketentuan yg dimenangkan oleh banyak-banyak ulama’ dan dipedomani oleh al-asnawy dan syeh zakariyya, sebagai menganut kepada segolongan ulama’ muhaqiqin.dalam aslu raudhoh imam nawawi memenangkan bahwa cukup dengan dibarengkan pada bagian lafat kinayah, walaupun pada ahir bagian.
  
فتح المعين - (ج 4 / ص 13)
وهي ( كأنت علي حرام ) أو حرمتك أو حلال الله علي حرام ولو تعارفوه طلاقا خلافا للرافعي ولو نوى تحريم عينها أو نحو فرجها أو وطئها لم تحرم وعليه مثل كفارة يمين وإن لم يطأ
 ولو قال هذا الثوب أو الطعام حرام علي فلغو لا شيء فيه

Kinayah talaq itu seperti misalnya engkau haram bagiku, atau saya haramkan dirimu, atau apa yyang dihalalkan alloh menjadi harom atas diriku, sekalipun orang-orang membiasakan kata itu bermaksud, lain halnya imam ar-rafi’i
Apabila suami  engatakan seperti itu meniatkan mengharamkan matanya tau semacam farjinya atau menggaulinya , maka tidak menjadi haram, dan suami berkewajiban sebesar kafarah sumpah sekalipun tidak menggaulinya. 

فتح المعين - (ج 4 / ص 14)
( و ) أنت ( خلية ) أي من الزوج فعيلة بمعنى فاعلة أو بريئة منه ( وبائن ) أي مفارقة ( و ) كأنت ( حرة ) ومطلقة بتخفيف اللام أو أطلقتك


Engkau kosong dari suami, atu engkau bebas dari suami atau engkai dipisahkan. Dan misal lagi engkau bebas merdeka, dan engkau dilepaskan atau saya lepaskan dirimu.  

MELIHAT KEMALUAN ANAK KECIL


فتح المعين - (ج 3 / ص 260)
والمعتمد عند الشيخين عدم جواز نظر فرج صغيرة لا تشتهى وقيل يكره ذلك
 وصحح المتولي حل نظر فرج الصغير إلى التمييز وجزم به غيره وقيل يحرم

Pendapat yang mu’tamad dari guru kita adalah tidak diperbolehkannya melihat alat kelamin anak wanita yg belum diingini, dan dikatakan yang demikian adalah makruh, dan imam al-mutawaliy mensohihkan kehalalan melihat alat kelamin wanita hingga ia mumayiz, dan pendapat ini dimantapi oleh selainnya, dan dikatakan lagi hukumnya haram.

فتح المعين - (ج 3 / ص 260)
ويجوز لنحو الام نظر فرجيهما ومسه زمن الرضاع والتربية للضرورة


Boleh bagi semacam ibu melihat dan memegang alat kelamin anak laki-laki atau wanita dimasa menyusu dan asuhannya, karena tinggah dorurot.

BATASAN MEMEGANG MAHROM


فتح المعين - (ج 3 / ص 261)
 ولمحرم ولو فاسقا أو كافرا نظر ما وراء سرة وركبة منها كنظرها إليه ولمحرم ومماثل مس ما وراء السرة والركبة
 نعم مس ظهر أو ساق محرمة كأمه وبنته وعكسه لا يحل إلا لحاجة أو شفقة
 وحيث حرم نظره حرم مسه بلا حائل لأنه أبلغ في اللذة
 نعم يحرم مس وجه الأجنبية مطلقا

Bagi mahrom walaupun fasiq atau kafir diperbolehkan melihat  selain antara pusar perut sampai lutut mahrom wanitanya, sebagaimana sebaliknya bagi marom atau sejenis kelamin boleh memegang selain diantara pusar sampai lutut.
Tetapi memegang betis atau punggung mahrom missal ibu atau anak wanitanya sebagaimana pula sebaliknya adalah tidak halal, kecuali jika adanya keperluan dan belas kasihan. Sekiranya anggota badan itu haram dilihat, maka haram pula dipeganggnya dengan tanpa hail, karena memegang lebih lezat dari pada melihat, akan tetapi secara mutlak adalah haram memegang wajah wanita ajnabiyyah.

إعانة الطالبين - (ج 3 / ص 261)
( قوله وحيث حرم نظره حرم مسه ) أي كل موضع حرم نظره حرم مسه فحرم مس الأمرد كما يحرم نظره ومس العورة كما يحرم نظرها

 وقد يحرم النظر دون المس كأن أمكن الطبيب معرفة العلة بالمس فقط وقد يحرم المس دون النظر كمس بطن المحرم أو ظهرها

Hukum oral


فتح المعين - (ج 3 / ص 340)
( تتمة ) يجوز للزوج كل تمتع منها بما سوى حلقة دبرها ولو بمص بظرها أو استمناء بيدها لا بيده وإن خاف الزنا خلافا لأحمد ولا افتضاض بأصبع

Boleh bagi suami bersenang-senang dengan istrinya selain lubang duburnya sekalipun mencecap klentit atau beronani memakai tangannya bukan memakai tangan suami sekalipun dihawatirkan zina, berbeda dengan imam ahmad. Dan tidak boleh pula memecah selaput keprawanan dengan jari.
Keterangan pendapat imam ahmad

إعانة الطالبين - (ج 3 / ص 340)
وقوله خلافا لأحمد أي فإنه أجازه بيده بشرط خوف الزنا وبشرط فقد مهر حرة وثمن أمة
Berbeda dengan imam ahmad artinya bahwa diperbolehkannya beronani dengan tangan suami/dg tangannya sendiri dengan syarat dihawatirkan zina dan disyaratkan tersepikannya dari mahar wanita merdeka dan harga budak wanita.

فتح المعين - (ج 4 / ص 143)
ويكره بنحو يدها كتمكينها من العبث بذكره حتى ينزل لأنه في معنى العزل

Onani memakai semacam tangan istrinya sebagaimana pula memberikan kesempatan istri untuk mempermainkan dzakarnya sehingga inzal adalah makruh karena perbuatan itu semakna dengan azl (senggama putus)

روضة الطالبين - (ج 10 / ص 91)

والاستمناء حرام وفيه التعزيز ولو مكن امرأته أو جاريته من العبث بذكره فأنزل قال القاضي حسين في أول فتاويه يكره لأنه في معنى العزل