Sabtu, 11 Oktober 2014

Perincian mengenai hukum hewan yang tidak terdapati darah mengalir dalam Kitab Kifayatul Ahyar shohifah 45.

(Tiada suatu najispun yang diamaafkan selain sedikit dari darah dan nanah serta binatang yang tidak mempunyai darah mengalir, bila ia jatuh dalam bejana dan mati didalamnya, maka ia tidak menajiskannya).
Darah dan nanah yang sedikithukumnya dimaafkan bila mengenai pakaian dan badan dan shalatnya dianggap sah dengan adanya darah tersebut.
Bila dilihat secara lahir apa yang dikatakan pengarang takrib secara mutlak itu, maka dapat difahami bahwa tidak ada perbedaan anatara darah yang keluar dari tubuhnya sendiri atau darahnya orang lain.
Tentang najis-najis yang dimaafkan akan kami sebutkan nanti pada temapatnya, yaitu pada saat menenrangkagkan syarat-syaratnya shalat, dimana keterangan pengarang kitab takrib akan terdapat disana.
Adapun bangkai binatang yang tidak mempunyai darah yang mengalir seperti lalat, nyamuk, kalajengking, kecoak, dan cecak (menurut pengesahan imam nawawi), bukan ular dan kodok (keduanya tidak termasuk binatang yang tidak mempunyai darah mengalir). Kesemua binatang tersebut biala jatuh dalam bejana yang berisi barang cair, baik berupa air atau minyak kemudian mati didalamnya, apakah binatang-binatang tersebut dapat menajiskannya? Dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama’. Menurut mahdap syafi’i, binatang-binatang tersebut tidak menajiskannya, sebab sabda nabi SAW yang artinya:
“bila lalat jatuh pada minuman salah seorang dari kamu sekalian, maka hendaknya ia celupkan seluruhnya kemudian mengambilnya karena salah satu dari kedua sayapnya adalah penyakit dan satunya lagi adalah obat”. Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Abu Daud, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban.
Adapun cara mengambil kesimpulan dalil dari hadist tersebut ialah : mencelupkan lalat kedalam air akan menyebabkan kematiannya, apalagi kalau makanan itu panas. Jadi andaikata lalat itu menajiskan, maka nabi tidak akan memerintahkan mencelupkannya. Lagi pula menjaga wadah dari binatang tersebut sangat sulit, sehingga najais tersebut dimaafkan. Tapi menurut setengah pendapat, binatang tersebut dapat menajiskannya. Karena dia adalah bangkai sebagimana najis-najis yang lain. Berkata iam Ibnu Mundzir : saya tidak mengetahui seorangpun yang mengatakan demikian selain Imam Syafi’i.
Selanjutnya menurut pendapat yang lain lagi, bila bangkai tersebut adalah bangkai binatang sulit dihindari seperti lalat dan semacamnya, maka hukumnya tidak menajiskan. Tapi bila mudah dihindari seperti kecoak, dan kalajengking. Maka hukumnya menajiskan. Pendapat inilah yang dianggap mantap oleh imam qofal dan memang mempunyai alasan yang kuat. Karena Nash hadist yang menyebutkan lalat, mengandung dua makna yaitu sulitnya menghindari binatang ini dan tidak adanya darah yg mengalir padanya. Jadi apa yang tersebut adalah ilat (alasan) ganda, diamana kalau salah satu ilat tidak ada. Maka ilat itu sama sekali dianggap tidak ada. Sebab alasan yang sifatnya ganda akan lenyap kedua-duanya dengan tiadanya salah satu saja.
Dalam masalah ini (tentang binatang kecoak dan kalajengking) tidak ada kesulitan untuk menghindarinya (jadi bangkainya dapat menajiskan air yang ada dalam bejana pen).
Kemudian harus diketahui bahwa perbedaan pendapat diatas adalah kalau cairan tersebut tidak berubah. Bila dia berubah karena bangkai yg masuk terlalu banyak, maka air tersebut menjadi najis. Demikian menurut pendapat yang paling Shohih. Demikan juga perbedaan pendapat terjadi pada binatang yang memang tidak hidup dalam cairan tersebut. Kalau binatang itu memang hidup didalamnya seperti ulat air cuka dan semacamnya, maka hukum binatang itu tidak menajiskan. Tidak ada perbedaan pendapat (dikalangan ulama’) tentang hal ini.
Berkata Imam Rofi’i dan Nawawi : Boleh makan ulat cuka bersama dengan cukanya sekalian. Tapi tidak boleh kalau dimakan secara terpisah. Demikian yang diterangkan oleh Imam Nawawi dalam bab makanan. Kemudian perbedaan pendapat juga terjadi bila binatang yang tidak berdarah mengalir tadi jatuh dengan sendirinya dalam cairan. Tapi kalau binatang tersebut diceburkan kedalam cairan, Maka hukumnya membahayakan (menajiskan). Demikian yang ditetapi oleh Imam Rofi’i dalam kitab Syarah Shogir.
Kemudian ketahuilah bahwa najis yang tidak bisa dilihat oleh mata karena sedikitnya seperti setetes air kencing dan najis yang melekat pada kaki lalat, maka hukumnya adalah tidak menajiskan sebagaimana hukum bangkai binatang yang tidak mempunyai darah mengalir. Demikian menurut pendapat yang kuat bagi Imam Nawawi, karena sangat sulit menghindari najis tersebut sehinga ia menyerupai darah nyamuk. Tetapi Imam Rofi’i mengatakan bahwa najis yang tak tampak tersebut adalah tetap najis. Tapi banyak masalah-masalah yang dikecualikan yang kami sebutkan pada kitab thoharoh. Wallohu A’lam... 

Tidak ada komentar: