(Tiada suatu najispun yang diamaafkan selain sedikit dari darah dan
nanah serta binatang yang tidak mempunyai darah mengalir, bila ia jatuh dalam
bejana dan mati didalamnya, maka ia tidak menajiskannya).
Darah dan nanah yang sedikithukumnya dimaafkan bila mengenai
pakaian dan badan dan shalatnya dianggap sah dengan adanya darah tersebut.
Bila dilihat secara lahir apa yang dikatakan pengarang takrib
secara mutlak itu, maka dapat difahami bahwa tidak ada perbedaan anatara darah
yang keluar dari tubuhnya sendiri atau darahnya orang lain.
Tentang najis-najis yang dimaafkan akan kami sebutkan nanti pada
temapatnya, yaitu pada saat menenrangkagkan syarat-syaratnya shalat, dimana
keterangan pengarang kitab takrib akan terdapat disana.
Adapun bangkai binatang yang tidak mempunyai darah yang mengalir
seperti lalat, nyamuk, kalajengking, kecoak, dan cecak (menurut pengesahan imam
nawawi), bukan ular dan kodok (keduanya tidak termasuk binatang yang tidak
mempunyai darah mengalir). Kesemua binatang tersebut biala jatuh dalam bejana
yang berisi barang cair, baik berupa air atau minyak kemudian mati didalamnya,
apakah binatang-binatang tersebut dapat menajiskannya? Dalam masalah ini
terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama’. Menurut mahdap syafi’i,
binatang-binatang tersebut tidak menajiskannya, sebab sabda nabi SAW yang
artinya:
“bila lalat jatuh pada minuman salah seorang dari kamu sekalian,
maka hendaknya ia celupkan seluruhnya kemudian mengambilnya karena salah satu
dari kedua sayapnya adalah penyakit dan satunya lagi adalah obat”. Hadist ini
diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Abu Daud, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban.
Adapun cara mengambil kesimpulan dalil dari hadist tersebut ialah :
mencelupkan lalat kedalam air akan menyebabkan kematiannya, apalagi kalau
makanan itu panas. Jadi andaikata lalat itu menajiskan, maka nabi tidak akan
memerintahkan mencelupkannya. Lagi pula menjaga wadah dari binatang tersebut
sangat sulit, sehingga najais tersebut dimaafkan. Tapi menurut setengah
pendapat, binatang tersebut dapat menajiskannya. Karena dia adalah bangkai
sebagimana najis-najis yang lain. Berkata iam Ibnu Mundzir : saya tidak
mengetahui seorangpun yang mengatakan demikian selain Imam Syafi’i.
Selanjutnya menurut pendapat yang lain lagi, bila bangkai tersebut
adalah bangkai binatang sulit dihindari seperti lalat dan semacamnya, maka
hukumnya tidak menajiskan. Tapi bila mudah dihindari seperti kecoak, dan
kalajengking. Maka hukumnya menajiskan. Pendapat inilah yang dianggap mantap
oleh imam qofal dan memang mempunyai alasan yang kuat. Karena Nash hadist yang
menyebutkan lalat, mengandung dua makna yaitu sulitnya menghindari binatang ini
dan tidak adanya darah yg mengalir padanya. Jadi apa yang tersebut adalah ilat
(alasan) ganda, diamana kalau salah satu ilat tidak ada. Maka ilat itu sama
sekali dianggap tidak ada. Sebab alasan yang sifatnya ganda akan lenyap
kedua-duanya dengan tiadanya salah satu saja.
Dalam masalah ini (tentang binatang kecoak dan kalajengking) tidak
ada kesulitan untuk menghindarinya (jadi bangkainya dapat menajiskan air yang
ada dalam bejana pen).
Kemudian harus diketahui bahwa perbedaan pendapat diatas adalah
kalau cairan tersebut tidak berubah. Bila dia berubah karena bangkai yg masuk
terlalu banyak, maka air tersebut menjadi najis. Demikian menurut pendapat yang
paling Shohih. Demikan juga perbedaan pendapat terjadi pada binatang yang
memang tidak hidup dalam cairan tersebut. Kalau binatang itu memang hidup
didalamnya seperti ulat air cuka dan semacamnya, maka hukum binatang itu tidak
menajiskan. Tidak ada perbedaan pendapat (dikalangan ulama’) tentang hal ini.
Berkata Imam Rofi’i dan Nawawi : Boleh makan ulat cuka bersama
dengan cukanya sekalian. Tapi tidak boleh kalau dimakan secara terpisah.
Demikian yang diterangkan oleh Imam Nawawi dalam bab makanan. Kemudian
perbedaan pendapat juga terjadi bila binatang yang tidak berdarah mengalir tadi
jatuh dengan sendirinya dalam cairan. Tapi kalau binatang tersebut diceburkan
kedalam cairan, Maka hukumnya membahayakan (menajiskan). Demikian yang ditetapi
oleh Imam Rofi’i dalam kitab Syarah Shogir.
Kemudian ketahuilah bahwa najis yang tidak bisa dilihat oleh mata
karena sedikitnya seperti setetes air kencing dan najis yang melekat pada kaki
lalat, maka hukumnya adalah tidak menajiskan sebagaimana hukum bangkai binatang
yang tidak mempunyai darah mengalir. Demikian menurut pendapat yang kuat bagi
Imam Nawawi, karena sangat sulit menghindari najis tersebut sehinga ia menyerupai
darah nyamuk. Tetapi Imam Rofi’i mengatakan bahwa najis yang tak tampak tersebut
adalah tetap najis. Tapi banyak masalah-masalah yang dikecualikan yang kami sebutkan
pada kitab thoharoh. Wallohu A’lam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar